Mencintai Tanpa Memiliki, Bisakah ? |
Jika mencintai tapi tak bisa memiliki, maka kemungkinannya bisa dibagi dalam dua hal, yaitu saling cinta tapi tak bisa memiliki, atau cintanya bertepuk sebelah tangan. Untuk yang saling mencintai, penyebab tak bisa memiliki adalah yang dicintai sudah milik orang lain, tidak mendapat restu orang tua, mementingkan ego sendiri-sendiri (misal ngotot tinggal berjauhan demi karir), atau yang dicintai menolak untuk alasan khusus (misal dia penderita AIDS, takut menular dan memilih berkorban untuk tidak memberi harapan semu pada yang mencintainya). Sedangkan cinta bertepuk sebelah tangan, sudah jelas ada satu pihak yang merasa keberatan jika terjalin hubungan.
Kita bahas yang pertama ya, karena untuk yang kedua saran saya sih cari yang lain saja yang juga mencintai Anda. Bagaimana jika saling cinta tapi tak bisa bersama. Pedihnya luar biasa. Hati sudah meledak-ledak ingin bersatu dengan tambatan hatinya, tapi ada kaca yang menghalangi. Bisa melihatnya, tapi tak bisa menyentuhnya dan merasakan sentuhannya. Resiko dalam menjalani hubungan seperti ini adalah sakit hati yang melanda,dan hati-hati berkembang jadi sakit jiwa. Bisa juga sih kalau seseorang sudah ikhlas, maka yang dicintai bersama siapapun atau melakukan apaun, dia bisa tetap tersenyum sambil berkata ‘Aku bahagia untukmu’.
Memang ada yang bisa begitu?
Hmmm..let’s see. Saya punya teman perempuan, yang sampai usianya 40 lebih ini tidak menikah, dan masih ditunggu pacarnya yang berada di luar negei sampai dia siap. Si lelaki mencintainya, sampai memilih tidak menikah dengan siapapun demi menunggu gadis pujaannya. OK saya tidak tahu dia ‘jajan’ atau tidak selama ini, tapi waktu selama ini membuktikan kesetiaannya. Kebetulan teman saya ini juga lempeng, tidak berhubungan dengan lelaki manapun.
Kalau di film silat sih begitu ada yang patah hati, langsung dia mendaftar jadi pelayan Tuhan, meninggalkan keduniawian, dan melupakan kenangan. Rasa ingin memilikinya dia hilangkan, dan cinta dibagikan pada sesama.
Ada juga yang tak bisa memiliki, tapi sembari menunggu yang dicintai mau, maka dia menjalin hubungan dengan yang lain. Misal menikah atau berpacaran dengan orang lain yang sebenarnya tidak dicintainya. Jadi, dia tidak menyia-nyiakan hidupnya, cintanya jalan paralel, dan let it flow saja.
Jika hubungan sudah terjalin dengan yang lain, kemudian di tengah hubungan ternyata ada seseorang di luar yang lebih layak dicintai, maka konsep mencintai tapi tak memiliki ini juga sering digunakan sebagai alasan diperbolehkannya hubungan ini.’Saya setia lo, makanya saya tetap dengan pasangan resmi saya, meskipun hati ini sudah ada yang punya’.
Dua contoh terakhir, akan mengurangi kepedihan karena tak bisa memiliki. Ya, karena ada seseorang di samping kita, yang entah tahu entah tidak pasangannya telah menyewakan hatinya untuk orang lain. Kalau lagi rindu yang dikecup ya pasangan resmi. Kalau lagi cemburu yang kena getahnya juga pasangan resmi.
Sekarang, kalau kita memilih jalan itu,mencintai tanpa memiliki, memangnya bisa ikut senang, saat incaran kita tertawa bahagia dengan pasangannya? Memangnya tidak iri, kalau si pasangan bisa bebas menyentuh incaran kita? Memang tidak sebal, melihat kemesraan mereka berdua? Memangnya, mau menunggu sampai kapan? Kalau sadar akan resikonya, ya teruskan saja. Tapi janji ya, tidak sakit hati. Tapi jika tidak tahan, sebaiknya cari penggantinya. Memang bakal susah melupakannya, tapi manusia bisa berubah. Jadi jika sekarang hati ini untuknya, suatu hari bisa untuk orang lain yang tulus mencintai kita.
Apakah tidak mungkin suatu saat bisa bersama? Bisa saja, siapa yang tahu nasib manusia. Namun sembari menunggu saat itu, apakah tidak lebih baik memberi cinta kita pada orang-orang terdekat? Jangan berusaha memiliki yang belum dikendaki Tuhan, bisa-bisa Tuhan membatalkan rencananya untuk menyatukan kita.
Kan matahari bisa terus menyinari bunga, meskipun kupu-kupu yang akan menari bersamanya? Ya silakan saja, tapi ya itu, jangan sakit hati. Dan kalimat ini sebenarnya bisa digunakan oleh orang yang tidak mau berkomitmen. Maksudnya, sebagai matahari, dia bebas memilih kapan menyinari bunga A, bunga B dan lainnya. Tidak ada ikatan. Hari ini bisa bilang menyinari bunga A, nanti kalau sudah pedih, bisa pindah ke bunga B. Ini hubungan yang lepas, bukan hubungan yang saling mengikat.
Memang tidak boleh? Ya boleh saja, tergantung yang menjalani. Hubungan yang tidak mengikat tentu saja tidak punya tujuan, tapi memberi kenikmatan pada pelakunya. Sama-sama suka, sama-sama menikmati sensasinya, tapi tidak melakukan apa-apa. Yah, ‘hanya’ menyerahkan hati saja. Hubungan yang tidak akan kemana-mana, jika Tuhan tidak ikut campur menyelesaikannya. Dosa? Tanya saja pada hati nurani, ada perasaan bersalah atau tidak. Jika kita harus menutupinya dari pasangan resmi, itu sudah masuk kategori bersalah. Jika kita tidak rela pasangan kita melakukan hal yang sama, itu juga masuk kategori bersalah.
Huaaah, membahas beginian capek juga ya. Susah mencari titik temunya. Tapi semoga kita bisa memilih yang terbaik untuk kita, tidak menjadi korban perasaan, apalagi berkorban untuk sesuatu yang sia-sia.
|
Comments :
0 komentar to “Mencintai Tanpa Memiliki, Bisakah ? ”
Post a Comment